Batu Bara (piv.co.id)
Dua Pelanggaran Yang Dilakukan Pemerintah Daerah kabupaten Batu Bara dalam membuat kesepakatan dengan PT.SI dalam hal pengadaan lahan perkantoran .tentu mengakibatkan beberapa dampak, salah satu dampaknya adalah potensi kerugian .
Pada tanggal 31 Desember 2021 telah dilakukan kesepakatan antara Bupati Batu Bara yang bertindak atas nama Pemerintah Kabupaten Batu Bara sebagai pihak kesatu dan General Manager PT.SI yang bertindak atas nama PT.SI sebagai pihak kedua secara bersama-sama menyepakati tujuh kesepakatan.
Salah satu pelanggaran yang di maksud pada tujuh kesepakatan tersebut adalah pada poin kedua kesepakatan yang berbunyi,
“pihak kesatu menyatakan bahwa PT.SI tetap dapat mengelola dan mengambil hasil tanaman kelapa sawit sebelum areal tersebut dilakukan pembangunan oleh Pemkab Batu Bara.
Pelanggaran pertama:
Pemerintah Daerah telah melanggar PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan memberikan hak pengelolaan dan pengambilan hasil
tanaman kelapa sawit kepada PT.SI setelah pembayaran ganti kerugian .
Dari berbagai sumber dan Hasil Perhitungan sendiri, dari luas lahan 49,37 hektar yang sudah d i bebaskan oleh PT.SI tentunya setelah pembayaran penggantian wajar sebesar Rp 9.529.670.000 Pemerintah Kabupaten Batu Bara baru memanfaatkan lahan untuk pembangunan Kantor Bupati seluas kurang lebih 19,37 hektar.
Menurut hasil kesepakatan pada poin kedua,PT.SI masih mengambil hasil tanaman kelapa sawit seluas kurang lebih 30 hektar
Bagai mana cara menghitung kerugian kerugian yang di maksud .
Untuk menghitung penghasilan bersih dari 30 hektar lahan sawit dengan umur tanam sekitar 4 tahun, kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti produktivitas tanaman, harga tandan buah segar (TBS), dan biaya produksi.
Produktivitas Tanaman:
Umur tanam 4 tahun biasanya memiliki produktivitas yang cukup tinggi. Berdasarkan data, produksi TBS rata-rata per hektar per tahun untuk tanaman sawit yang produktif bisa mencapai 14-19 ton. Namun, ini bisa bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti kualitas bibit, perawatan, dan kondisi lingkungan.
– Asumsikan produksi TBS per hektar per tahun adalah sekitar 19 ton
Harga TBS
– Harga TBS bisa berfluktuasi tergantung pada harga pasar. Berdasarkan data, harga TBS per kg pada Agustus 2021 adalah sekitar Rp2.100-Rp2.700. Mari kita asumsikan harga rata-rata TBS per kg pada tahun 2022 adalah sekitar Rp2.167.
Maka didapatkan hasil per hektar Rp 2.157 dikali 19 ton sama dengan Rp 40.983.000 .
Apabila di kali 30 hektar maka akan mendapatkan hasil Rp 40.983.000 dikali 30 hektar sama dengan hasil satu tahun Rp 1.229.490.000
Biaya Produksi
– Biaya produksi TBS per hektar per tahun bisa bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti biaya tenaga kerja, pupuk, dan lain-lain. biaya produksi sekitar Rp6.600.000 per hektar per tahun.
Maka biaya produksi dalam satu tahun adalah Rp 6.600.000 dikalikan 30 hektar sama dengan Rp 198.000.000
– Penghasilan bersih per tahun: Rp1.229.490.000 di kurangi biaya produksi Rp198.000.000 sama dengan Rp1.031.490.000
Kesimpulan akhir dari hasil perhitungan sendiri maka hasil bersih dari lahan sawit seluas 30 hektar dengan masa tanam kurang lebih empat tahun adalah satu miliar tigapuluh satu juta empat ratus sembilan puluh ribu rupiah
Namun, perlu diingat bahwa perhitungan di atas hanya perkiraan dan bisa berbeda tergantung pada kondisi aktual di lapangan. Penghasilan bersih yang sebenarnya bisa lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada berbagai faktor .
Potensi kerugian pemerintah daerah kurang lebih satu miliar dalam satu tahun yang seharusnya masuk ke kas daerah , siapa yang bertanggungjawab atas kerugian tersebut
Pelanggaran pertama pada PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, jika Pemerintah Daerah telah melanggar peraturan dengan memberikan hak pengelolaan dan pengambilan hasil tanaman kelapa sawit kepada PT.SI setelah pembayaran penggantian wajar, maka PT.SI mungkin wajib mengembalikan pengambilan hasil dari tanaman yang sudah diganti wajar oleh Pemerintah Daerah.
Namun, untuk menentukan apakah PT.SI wajib mengembalikan pengambilan hasil, perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang:
1. Ketentuan dalam perjanjian:
Apakah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan PT.SI menentukan bahwa PT.SI harus mengembalikan pengambilan hasil jika terjadi pelanggaran?
2. Sifat ganti kerugian: Apakah ganti kerugian yang dibayarkan oleh Pemerintah Daerah sudah mencakup pengambilan hasil tanaman kelapa sawit?
3. Keadilan dan proporsionalitas: Apakah pengembalian pengambilan hasil oleh PT.SI sudah proporsional dan adil, mengingat PT.SI mungkin telah melakukan investasi dan pengelolaan yang baik?
Dalam hal ini, perlu dilakukan kajian hukum yang lebih mendalam untuk menentukan hak dan kewajiban PT.SI terkait pengembalian pengambilan hasil tanaman kelapa sawit.
Pelanggaran kedua:
Pemerintah Daerah juga telah melanggar
PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dengan
tidak melakukan pemberian ganti kerugian bersamaan dengan pelepasan hak oleh
pihak yang berhak.
Siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran yang di maksud
Untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang proses kesepakatan antara Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara dan PT.SI.
Beberapa kemungkinan pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut adalah:
1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK):
PPK yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kesepakatan dan proses pengadaan tanah. Jika PPK tidak memastikan pemberian penggantian wajar bersamaan dengan pelepasan hak, maka PPK dapat dianggap bertanggung jawab.
2. Panitia Pengadaan Tanah:
Panitia yang bertanggung jawab atas proses pengadaan tanah dan pemberian penggantian wajar. Jika panitia tidak melakukan pemberian ganti wajar bersamaan dengan pelepasan hak, maka panitia dapat dianggap bertanggung jawab.
3. Sekretaris Daerah (Sekda):
Sekda yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengendalian kesepakatan dan proses pengadaan tanah. Jika Sekda tidak memastikan bahwa proses pengadaan tanah dilakukan sesuai dengan peraturan, maka Sekda dapat dianggap bertanggung jawab.
4. Kepala Daerah:
Kepala Daerah yang bertanggung jawab atas kebijakan dan keputusan strategis terkait kesepakatan dan proses pengadaan tanah. Jika Kepala Daerah tidak memastikan bahwa proses pengadaan tanah dilakukan sesuai dengan peraturan, maka Kepala Daerah dapat dianggap bertanggung jawab.
Untuk menentukan tanggung jawab yang lebih spesifik, perlu dilakukan investigasi dan analisis lebih lanjut tentang proses kesepakatan dan pengadaan tanah, serta peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terkait
Bagaimana Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batu Bara Seharusnya….
Bersambung……
(Am/Red)